Kaitan Antara Iman dan Berbuat Baik


Kaitan Antara Iman dan Berbuat Baik

Dua hal tersebut merupakan sesuatu yang berkaitan erat. Antara satu dengan yang lain akan saling melengkapi, jika ditinggalkan salah satunya maka yang terjadi adalah kepincangan. Sebuah keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, begitu juga perbuatan baik tak bisa berjalan dengan baik jika tak didasari dengan keimanan. Keimanan tanpa berbuat baik bagaikan minyak tanpa api, tak berguna sama sekali, sedangkan kebaikan tanpa keimanan adalah sebaliknya, bagaikan api tanpa minyak, kurang bisa menyala dengan baik.

Keimanan tanpa berbuat baik adalah suatu kebohongan, sedangkan kebaikan tanpa keimanan adalah suatu kepincangan. Iman tanpa amal adalah dusta, amal tanpa iman sangatlah rapuh. Oleh sebab itu dalam Al-Quran akan banyak kita temukan bahwa Iman selalu bergandengan dengan berbuat baik (Amanu Wa 'Amilus Sholihat)

Bukti dari keimanan seseorang adalah kebaikan yang ia perbuat. Seseorang bisa saja mengaku bahwa dirinya beriman, tapi hanya perbuatannya lah yang akan membuktikannya. Jika perbuatannya sehari-hari adalah kebaikan maka orang tersebut telah jujur dengan keimanannya. Tetapi jika yang terlihat adalah kebalikannya, perbuatannya sehari-hari tak ada kebaikan sedikitpun, maka sebenarnya ia telah berdusta dengan keimanannya. Jika ada seseorang yang mengaku beragama islam misalnya, tapi dalam kesehariannya ia sering menyakiti orang, suka berbuat zalim, tak pernah sholat, tak pernah bersedekah, tak suka menolong dsb, maka keimanannya tersebut perlu dipertanyakan. Jika anda termasuk orang yang demikian maka sadarlah, perbaruilah keimananmu, karena yang demikian itu tak bisa dikatakan beriman.

Keimanan yang tidak dibuktikan dengan amalan, sama sekali tidak bermanfaat. Tak ada faedah yang bisa diambil dari keimanan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa keimanan tak tertancap kuat dalam dada, hanya keluar dari mulut saja tanpa mengakar di hati. Bahkan hal tersebut bisa dikategorikan kemunafikan, karena ada kebohongan di dalamnya, apa diperbuat tidak sesuai dengan apa yang dikatakan. Seseorang yang telah mengaku iman dan beragama Islam, secara tidak langsung ia telah mengakui islam sebagai tuntunan dan siap melaksanakan tuntunan tersebut. Lalu jika ternyata apa dilakukannya tidak sesuai dengan tuntunan tersebut maka ia berarti berbohong. Orang yang demikian ini, oleh Al-Quran, disamakan dengan orang yang kafir (lihat QS. Al-An'am : 158)

Berbuat baik maknanya sangatlah luas, tidak hanya yang berhubungan dengan ibadah murni semisal sholat, puasa dan haji, tapi juga yang berhubungan dengan sesama manusia seperti sopan santun, suka menolong, suka bersedekah dsb, bahkan mencakup mahluk lain selain manusia semisal hewan tumbuhan. Pada semua itu kita bisa berbuat baik. Seseorang yang disiplin, tepat waktu, menepati janji, sungguh-sungguh dalam bekerja, juga termasuk berbuat baik. Kiranya setiap dari kita bisa menilai sendiri, maka yang termasuk baik dan mana yang tidak.

Kebaikan ini akan berjalan dengan baik jika disertai keimanan. Memang benar, tanpa berislam pun kadang kebaikan itu bisa berjalan, tapi kalau disertai dengan keimanan Islam, maka jauh akan lebih baik. Kebaikan yang dilakukan oleh seorang atheis misalnya, kebaikannya sangatlah rapuh dan mungkin hanya kepentingan materi yang dikejar. Jika materi tersebut hilang maka hilang juga kebaikannya. Berbeda halnya dengan seorang yang beriman dan berislam, tidak hanya materi yang dikejar, tapi mencakup hal lain yang lebih agung dari pada hanya sekedar materi.

Seorang yang beriman memiliki spirit yang luar biasa yang tak dapat ditaklukkan oleh materi. Keyakinannya bahwa ia memiliki Tuhan Maha Mengetaui segala hal, Tuhan Yang Maha Adil, Tuhan yang pasti akan membalas setiap perbuatannya, membuatnya selalu ingin berbuat baik. Semangat inilah yang mendasari seorang yang beriman untuk berbuat baik. Dan semangat ini tak akan pudar karena Tuhan Maha abadi, beda dengan materi yang sewaktu-waktu bisa sirna. Bahkan jika keimananya sangatlah kokoh dan begitu kuatnya, ia sama sekali tak melirik lagi kepada materi. Contoh nyata bagi yang terakhir ini adalah pribadi Nabi Saw. Beliau adalah sosok manusia yang selalu haus akan kebaikan, semua yang dilakukannya adalah kebaikan, tak satupun dari perbuatannya yang melenceng dari kebaikan, walaupun demikian beliau tetap sederhana, beliau bukan orang yang haus materi, beliau bukan orang yang bergelimang harta bahkan beliau lebih menyukai sehari lapar dan sehar kenyang. Dan beliau adalah panutan serta tauladan bagi kita semua.

Begitulah, kebaikan akan berjalan dengan baik, jika didasari oleh keimanan, tentunya keimanan yang benar terhadap islam. Manfaat dari kebaikan tersebut akan banyak diperoleh hanya bagi orang yang beriman. Kebaikan yang berupa rajin bekerja misalnya, jika dilakukan oleh orang yang tak beriman, maka manfaatnya hanyalah materi, dan materi ini sama sekali tidak kekal, sewaktu-waktu bisa sirna dalam sekejap. Sedangkan jika dilakukan oleh orang yang beriman, maka manfaatnya lebih dari itu, selain mendapatkan materi, ia juga mendapatkan pahala karena Islam menyuruh untuk itu, dan jika telah disuruh oleh Islam maka ada pahalanya. Selain itu, seorang yang beriman ketika berbuat kebaikan akan memperoleh kedamaian dan kebahagiaan karena dia telah mematuhi ajaran agamanya, dan seorang yang beriman biasanya akan berbahagia ketika mengikuti tuntunan agamanya.

Hal tersebut menjadi ciri tersendiri bagi seorang yang beriman dengan benar. Dengan kata lain seorang yang beriman dengan benar, akan selalu senang dan berbahagia setelah melakukan kebaikan. Maka salah satu cara untuk mengukur keimanan kita, adalah dengan cara berbuat baik. Jika kita merasa senang setelah berbuat baik, maka bisa dikatakan bahwa keimanan kita adalah benar. Wallahu A'lam.

Komentar